Ukiran Jepara - Ciri Khas Jepara Sejak Dulu
Bicara tentang ukiran kayu, kita pasti langsung mengasosiakannya dengan Jepara. Kota kecil yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa ini memang kodang dengan kerajinan ukiran kayu yang memiliki pasar baik dalam maupun luar negeri. Jepara sendiri sebenarnya adalah kabupaten kecil yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kepulauan Karimunjawa adalah termasuk bagian dari Kabupaten Jepara ini. Ukiran Jepara namanya sudah sangat terkenal.
Ukiran Jepara, Sejarah Seni Ukir di Jepara
Reputasi ukiran Jepara sudah terbentuk sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu yang bertahta di Pulau Jawa. Konon ukiran Jepara mulai dirintis sejak masa pemerintahan Ratu Kalinyamat pada sekitar tahun 1549-1579. Ukiran Jepara ini merupakan perpaduan antara seni ukir Majapahit dengan seni ukir yang dibawa oleh seorang patih asal Cina, yaitu Patih Badarduwung. Peninggalan seni ukir masa pemerintahan Ratu Kalinyamat ini bisa dilihat dalam ornamen batu yang diukir di Masjid Mantingan.
Jepara di masa lalu memang merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis, dan menjadi jalur lalu lintas para pedagang asal Cina dan India. Itulah kenapa ukiran Jepara juga terpengaruh oleh gaya dari Cina. Jepara sebagai kota pelabuhan dan niaga ini mulai dibangun oleh Pati Unus pada tahun 1507-1521.
Ketika para Wali mulai menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, mengajarkan seni ukir pada masyarakat menjadi salah satu agenda mereka untuk melakukan pengabdian masyarakat. Dengan demikian, seni ukir telah menjadi bagian dalam budaya masyarakat Jepara sejak zaman dulu.
Ukiran Jepara semakin berkembang berkat jasa Raden Ajeng Kartini. Tokoh emansipasi wanita yang disegani ini, merasa iba ketika melihat kehidupan pengrajin kayu yang hidup dalam kemiskinan. RA Kartini mengumpulkan para pengrajin kayu untuk membuat berbagai macam ukiran, mulai dari meja, pigura, tempat perhiasan, peti jahitan, dan sebagainya. Kemudian atas inisiatifnya, RA Kartini mencarikan pembeli ukiran Jepara itu ke daerah-daerah lain seperti Semarang, Batavia, dan lain-lain. Sejak itulah Jepara mulai dikenal orang sebagai daerah pengrajin ukiran kayu.
Ketika pesanan ukiran Jepara semakin banyak, variasi produk yang dihasilkan juga semakin beragam seperti barang-barang perabotan meja kursi, kursi khusus pengantin, alat penahan angin, penyekat ruangan, tempat tidur, dan sebagainya. Tak hanya berhenti sampai di situ, RA Kartini juga terus memasarkan ukiran Jepara hingga ke luar negeri melalui sahabat-sahabatnya yang berada di luar negeri.
Ukiran Jepara dan Sekolah Kejuruan Seni Ukir
Semakin lama, kebutuhan akan pengrajin ukiran kayu semakin bertambah. Ukiran Jepara semakin diperhitungkan kualitasnya. Demi menjaga dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pada 1929 dibangunlah sekolah kejuruan untuk jurusan meubel dan ukiran. Nama sekolah itu adalah "Openbare Ambachtsschool" yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Teknik Negeri, dan kini disebut sebagai Sekolah Menengah Industri Kerajinan Negeri.
Segala ilmu tentang seni ukir diajarkan di sekolah ini. Setiap siswa dibekali dengan kecakapan untuk membuat meubel dan ukiran yang berkualitas. Berbagai ragam ukiran dikenalkan di dalam mata pelajarannya, sehingga semakin memperkaya khasanah ukiran Jepara.
Beberapa tokoh pendahulu yang memiliki kontribusi besar dalam memperkenalkan motif-motif baru pada ukiran Jepara ini antara lain Raden Ngabehi Projo Sukemi yang secara kreatif memadukan corak Majapahit dengan Pajajaran. Selain itu ada pula Raden Ngabehi Wignjopangukir yang memadukan corak Pajajaran dengan Bali.
Minat para siswa yang bersekolah di sekolah kejuruan ini semakin lama juga semakin bertambah banyak, seiring dengan program pemerintah untuk mengangkat image sekolah kejuruan. Selain itu, masyarakat juga semakin menyadari bahwa sekolah khusus kejuruan membuat para siswa memiliki kompetensi di bidang tertentu secara mendalam, dan bakat mereka akan semakin terasah karena sekolah kejuruan memiliki porsi praktik lebih besar dari pada teori.
Mereka yang belajar di sekolah kejuruan, juga memiliki peluang mendapatkan pekerjaan lebih cepat dari pada yang belajar di sekolah umum, karena para siswa sekolah kejuruan pada dasarnya lebih siap bekerja. Bagi masyarakat Jepara, menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah kejuruan khusus meubel dan ukiran ini mungkin menjadi kebanggan tersendiri. Masyarakat Jepara akan merasa lebih bangga lagi ketika usaha kerajinan kayu bisa diteruskan oleh anak-anak mereka.
Regenerasi ini memang penting dilakukan, demi menjaga kelangsungan ukiran Jepara. Diharapkan hingga puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun ke depan, seni ukir kayu yang unik dan berkualitas masih menjadi ciri khas Jepara. Meski tidak bisa dipungkiri, di zaman modern ini pilihan profesi kerja semakin beragam, dan masih adanya image yang tertanam kuat bahwa kerja di kantoran di kota-kota besar lebih bergengsi dari pada kerja sebagai pengrajin kayu di sebuah kota kecil di pesisir utara Pulau Jawa. Namun semoga, modernisasi tidak membuat Jepara kehilangan identitas dan 'ruh'-nya sebagai kota seni ukir.[]
muantaap
BalasHapus